Rabu, 31 Agustus 2016

Tidak Bosan Tanpa Listrik Bersama Buku

Kalau musim hujan, kadang listrik mati. Listrik mati, hape lupa di charge.....haduuh....x.x
Akhirnya diam, nggak main hape untuk mempertahankan hape tetap hidup kalau-kalau ada pesan atau telepon penting. Untungnya ada setumpuk buku dan komik yang saya punya. ^____^

Kejadian ini mengingatkan saya dengan e-book yang ada di laptop dan hape saya. Jaman sekarang, buku bentuknya bukan lagi hanya bentuk fisik berupa buku, tapi ada juga dalam bentuk pdf, epub, txt dsb yang berupa file dalam laptop atau hape. Enakan yang mana ya, antara punya buku fisik atau e-book?


E-book

Pas lagi bokek dan berat untuk membeli sebuah buku yang harganya rata-rata minimal 40-70 ribuan, download e-book gratis menjadi favorit saya. Saya senang dengan e-book karena:

#Mendukung keinginan baca buku ketika sedang nggak punya duit.

#Praktis, bisa disimpan di hape dan laptop, bisa dibaca dimana saja, kapan saja dan berapapun jumlah e-book selama kapasitas memori hape dan laptop cukup. Tidak perlu pusing menyiapkan rak buku.

#Bisa baca dimana pun tanpa terlihat sedang baca buku. Orang lain pun tidak akan tahu judul buku yang dibaca kalau nggak ngintip layar hape atau laptop kita. Ketika baca buku, jadi nggak terkesan seperti anak rajin yang kemana-mana bawa buku.

#Nggak perlu jauh-jauh ke toko buku.

#Pilihan buku bervariasi, dari berbagai negara, berbagai bahasa. Yang tidak ada ditoko buku ada disini.


Sekalipun saya senang e-book, saya pun sering merasakan ketidaknyamanan membaca e-book.

#Butuh listrik, butuh baterai. Bisa dibaca dimana saja memang....tapi kalau tidak ada stop kontak, ya terbatas hingga baterai hape atau laptop habis. Setelah itu....yaa....tidak bisa baca....diam....bosan....

#Mata cepat capek lihat layar kelamaan. Kadang pusing-pusing juga. Akhirnya ngantuk....padahal baru berapa lembar... Banyak e-book saya yang belum selesai bacanya....

#Kurang lega. Kalau e-book nya penting untuk referensi pelajaran, saya pasti print e-booknya, terutama halaman-halaman yang penting. E-book nggak bisa dicoret-coret, saya suka coret-coret bagian pentingnya hehehe.... 


Buku Fisik

Saya suka e-book, namun saya juga suka dengan buku fisik. Apalagi sekarang banyak toko-toko buku bekas yang menjual buku bekas masih dalam kondisi bagus. Ada juga yang jual buku masih baru tapi dihargai murah. Ada toko online, ada juga yang offline. Saya pernah berhenti, nggak beli buku lagi karena rak buku penuh, meja yang mestinya untuk mengerjakan tugas atau belajar jadi tempat menumpuk buku yang tidak muat disimpan di rak.

Oke, jadi inilah alasan yang membuat saya akhirnya balik lagi buat beli buku dan komik lagi xD

#Lebih lega, lebih jelas. Lebih enak juga corat-coretnya.

#Tidak butuh listrik. Ini poin penting yang saya suka! Ketika listrik tiba-tiba mati selama berjam-jam, bosan pun melanda. Baca buku dan komik menjadi teman ketika saat-saat seperti ini. Kalau mati lampunya malam memang gelap... namun sudah cukup teratasi dengan membaca di dekat lilin. Buku juga jadi teman pulang kampung yang menyenangkan. Dirumah saudara di desa, colokan listrik tidak sebanyak dirumah, hanya ada untuk tv. Hape dan power bank harus dihemat, hiburannya kalau nggak ngobrol, makan, ya baca buku. Apalagi baca buku di teras budhe di desa, banyak pohon dan tanaman sayur yang dirawat pakdhe. Selain itu biasa baca sepuasnya, selama berapa jam pun tanpa khawatir baterai habis.

#Tidak bikin mata pedas. Ini juga poin plus yang saya suka! Tidak lihat layar kelamaan, mata nggak cepat pedas, nggak cepat pusing-pusing. Membaca pun rasanya lebih nyaman dengan buku fisik.

#Bisa dijual lagi jadi duit, atau disewakan. Namun saya tidak pernah tega menyewakan buku saya. Soalnya sedih kalau tiba-tiba pas balik bukunya malah ada yang rusak atau malah nggak kembali. Lebih baik saya berpisah dengan buku saya dengan menjualnya bila memang rak sudah kepenuhan. Semoga pemilik yang baru bisa baik-baik dengannya. :')

#Bisa dibuka dengan cepat, ndak pake nunggu loading, nggak perlu khawatir baterai yang tinggal sedikit


Dari keuntungan diatas, ada juga hal yang sempat membuat saya berhenti beli buku.

#Butuh tempat buat menyimpan buku. Rak buku tentu memakan tempat di kamar. Kalau suka beli buku banyak, rasanya butuh satu ruangan khusus untuk menyimpan buku. Jumlahnya pun tidak bisa sebanyak bila kita menyimpan file e-book di laptop atau hape. Ya ini yang saya ceritakan diatas, sebab utama saya pernah berhenti nggak beli buku lagi.

#Karena sayang dengan buku, saya harus telaten menyampulinya satu-satu. Perawatan dan tempat penyimpanannya juga harus baik biar buku tetap bagus kondisinya. Sekalipun begitu, saya masih dikalahkan oleh debu dan kadang ada buku yang ketahanan lemnya sudah buruk. Iya...ini salah saya yang sayang sama buku...akhirnya ribet sendiri..... :')

#Kalau mau dibawa bepergian hanya bisa bawa dalam jumlah terbatas.

#Tidak ada jalan lain selain membeli. Jadi kalau bokek ya.....diam dulu, ngumpulin uang.... atau beli buku di kios buku yang biasanya pasang harga hanya 50% dari harga asli. Bisa juga beli buku bekas.



Senin, 22 Agustus 2016

Canting - Kehidupan Keluarga Bangsawan Jawa, Batik tulis dan Sikap Pasrah

Mood saya jadi bagus, setelah selesai membaca "Canting", novel karya Arswendo Atmowiloto, novel yang menghibur saya akhir-akhir ini. Jujur awalnya saya hanya tertarik sekali dengan sinopsisnya, sampulnya juga hahahaha. Saya tidak kenal dengan pengarangnya walaupun setelah saya searching sepertinya orangnya sudah terkenal lama. (kemana aja mbak xD) Saya tidak menyangka, beliau juga pengarang cerita Keluarga Cemara yang muncul di TV dulu.

Novel Canting, menceritakan tentang keluarga Raden Ngabehi Sestrokusuma yang memiliki usaha batik Cap Canting dengan sekitar 112 buruh batiknya. Keluarga Ngabean yang berani menjadi "aneh" dibanding keluarga ngabean yang lain. Namun usaha batiknya lama-lama terbanting dengan kemunculan batik printing.

Kepala keluarga ini adalah Raden Ngabehi Daryono Sestrokusuma  yang dipanggil Pak Bei yang menurut saya orangnya blak-blakan, wawasannya luas, pintar bicara dan bangga dengan dirinya. Ia dianggap 'berani' dan kadang akhirnya kata-katanya dianggap menyinggung ngabehi yang lain atau anggota keluarga keraton lain, dianggap keminter. Namun di akhir cerita, beliau menjadi orang yang saya kagumi, apalagi ketika membicarakan tentang sikap pasrah yang menurutnya adalah suatu sikap yang membuat keluarga Sestrokusuma menjadi keluarga Ngabean yang berbeda dengan Ngabean yang lain. Kagum juga ketika beliau menasehati Ni, anak bungsunya yang memutuskan meneruskan bisnis batik Cap Canting. Beliau adalah orang yang berani memiliki pemikiran berbeda dibanding Ngabehi lain.

Pak Bei menikah dengan anak buruh batik bernama Tuginem yang akhirnya dipanggil Bu Bei. Wanita yang sangat patuh pada suaminya, pekerja keras dan rajin. Beliau mampu mengurusi batik, jualan batik di pasar sekaligus mengurusi suaminya dan juga keenam anak-anaknya. Setiap hari selalu mengerjakan kegiatannya dengan baik, tak mengenal hari libur. Bu Bei digambarkan oleh Pak Bei sebagai istri yang perasaannya sangat peka dan memiliki sikap pasrah yang ditunjukkannya dengan bekerja keras. Pak Bei sungguh bangga memiliki istri seperti beliau, bangga karena telah berani mengawini beliau yang hanya gadis desa, anak buruh batik, dan bukan putri bangsawan. Sebagai gadis desa yang sama sekali tidak mengerti dunia bangsawan, Tuginem mampu menjadi Bu Bei.

Putra putri Pak Bei dan Bu Bei ada 6 orang:

1. Wahyu Dewabrata : Anak laki-laki sulung yang membuat Bu Bei bangga. Sejak kecil Wahyu pintar dan rajin. Kelihatan sebagai anak yang baik-baik. Bu Bei memanjakannya dan juga melindunginya ketika berbuat salah. Dia menjadi orang yang kurang menjadi favorit Pak Bei ketika dewasa, sukmanya kosong, jiwanya kerdil, kurang bertanggung jawab pada kesalahan-kesalahan yang dibuatnya.

2. Lintang Dewanti : Diceritakan sangat menyukai perhatian dan senang bila menjadi pusat perhatian. Dia merasa kurang senang ketika sudah tidak lagi menjadi pusat perhatian keluarga terutama setelah Wening lahir.

3. Bayu Dewasunu : Sangat sayang pada adiknya, Wening, ketika kecil. Ia marah bila Wening diejek bahkan oleh kakaknya sendiri.

4. Ismaya Dewakusuma : Juga diceritakan sangat menyayangi Wening, apa-apa maunya sama Wening, namun ia kurang cocok dengan Ni.

5. Wening Dewamurti : Putri Ngabean yang prestasi di sekolahnya biasa saja. Nilainya juga biasa saja. Namun, ia pintar berjualan, sejak kecil ada saja bisnis kecil-kecilan yang dilakukannya. Ia pun dipanggil juragan cilik dirumah. Ia adalah bintang keluarga, kesayangan Pak Bei.

6. Subandini Dewaputri Sestrokusuma (dipanggil Ni): Putri Ngabean terakhir yang disukai Pak Bei karena memiliki pemikiran berbeda, karena bisa aneh. Keinginannya untuk melanjutkan dan mempertahankan usaha keluarga, usaha batik Cap Canting, telah mengguncangkan keluarga terutama ibu dan kakak-kakaknya. Himawan, calon suaminya, selalu menyemangati Ni walaupun via telepon interlokal. Himawan juga dengan sabar menunda pernikahannya dengan Ni. 

Saya senang membaca novel ini karena ceritanya serasa mengalir begitu saja, senang dengan pergantian topiknya, tersambung begitu saja, membuat saya menikmati membaca cerita ini. Nuansa keluarga Jawa yang masih kental, adat istiadat dan sopan santunnya, terasa ketika membaca. Setelah membaca, saya merasa dapat banyak nasehat dan pesan moral dari seorang Pak Bei dan kisah keluarganya. 

Next,saya jadi pengen baca novel Keluarga Cemara. Dulu cuma lihat di TV, masih kecil dan masih nggak nyambung sama ceritanya.


Info Buku:

Judul: Canting
Pengarang: Arswendo Atmowiloto
Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama
Tebal: 408 halaman
Tahun pertama kali terbit: 1986
Cetakan kedua: 1997
Cetakan ketiga: 2007

Jumat, 19 Agustus 2016

Wahai Motivasi, Wahai Semangat....Janganlah Runtuh....

Ceritanya kami sedang berusaha membuat motivasi tetap bertahan, tetap baik, agar melakukan apapun tetap baik dan bersemangat. Ini menjadi catatan kami untuk kami lakukan agar cepat kembali semangat setelah ada yang membuat kami sedih atau setelah kami terjebak pada situasi yang negatif:

 # Mulai tidak keseringan buka FB atau sosmed apapun yang isinya kebanyakan curhatan negatif kalau tidak ada kepentingan. Kecuali bagi yang memiliki teman-teman di sosmed yang memang dapat memunculkan kembali motivasi, dapat saling membantu dan share bila butuh pencerahan. 

#Menghindari untuk curhat negatif di FB dan sosmed sejenis. Hanya akan menambah dan menularkan kenegatifan bagi yang lain. Lebih parah, kadang bisa membuat kita bertengkar dengan orang lain khususnya teman FB. Di timeline, hal-hal negatif atau hal-hal positif yang kita posting terpampang dengan mudah.

# Nge-follow atau add orang-orang yang menginspirasi. Meninggalkan orang-orang pesimis dan negatif. Kalau perlu bikin FB lain atau punya account di sosmed lain atau bikin blog, lalu follow dan posting hal-hal positif yang menginspirasi. FB utama yang kadang berisi teman-teman jaman sekolah atau kuliah atau teman kerja yang kadang beberapa orang sering curhat negatif namun kita nggak enak untuk unfriend, dibuka kalau ada keperluan saja. Atau di hide saja postingan negatif itu.

# Di waktu luang, membaca buku untuk menambah wawasan dan inspirasi, bersepeda pagi sambil merasakan udara segar yang sering terabaikan ketika berangkat sekolah atau kerja, atau melakukan hobi yang disukai.

# Mengontrol pola makan dan pola tidur. Mengamati dengan baik kondisi kesehatan, lalu memperhatikan makanan apa yang kami tidak bisa makan.

# Mandi santai ketika libur. Merasakan sejuknya air yang mengaliri tubuh.

# Menulis diary. Tidak sekedar menulis berlembar-lembar luapan perasaan negatif yang tidak mau tahu, yang merasa benar. Tapi menulis apa kendala dan kesulitan yang dihadapi, apa kiranya yang bisa dilakukan, apa yang perlu dikoreksi dari diri sendiri agar lebih baik dan lebih fleksibel. Membaca berbagai buku, browsing hal-hal positif, mendengar pengalaman orang lain kadang dapat membantu menjawab apa yang sebaiknya dilakukan dan bisa dicatat dalam diary.